Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan
Sejak tanggal 17 Agustus 1945 bangsa
Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya. Dengan demikian bangsa
Indonesia telah menjadi bangsa yang merdeka, bebas dari belenggu penjajahan.
Akan tetapi, Belanda belum rela dengan kemerdekaan Indonesia tersebut. Melalui
berbagai cara Belanda tetap ingin menjajah Indonesia. Bagaimana sikap Bangsa
Indonesia? Tentu saja, bangsa Indonesia tidak tinggal diam. Dengan berbagai
upaya, bangsa Indonesia tetap mempertahankan kemerdekaannya. Usaha-usaha apa
saja yang dilakukan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya?
Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa
Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Akan tetapi, ada pihak-pihak yang
tidak mengakui kedaulatan pemerintahan Republik Indonesia. Ketika negara kita
memproklamasikan kemerdekaan, tentara Jepang masih ada di Indonesia. Sekutu
menugaskan Jepang untuk menjaga keadaan dan keamanan di Indonesia seperti
sebelum Jepang menyerah kepada Sekutu. Tugas tersebut berlaku saat Sekutu
datang ke Indonesia. Rakyat Indonesia yang menginginkan hak-haknya dipulihkan,
berusaha mengambil alih kekuasaan dari tangan Jepang. Usaha tersebut mendapat
rintangan dari pihak Jepang sehingga di beberapa tempat terjadi pertempuran
antara tentar Jepang dengan rakyat Indonesia. Pertempuran-pertempuran tersebut
menimbulkan korban di kedua belah pihak. Ketika rakyat Indonesia sedang
menghadapi Jepang, Belanda (NICA) datang membonceng tentara Sekutu. Tujuan
Belanda ingin menjajah kembali Indonesia. Pada tanggal 29 September 1945
tentara Sekutu dan pasukan NICA tiba di Indonesia dan mendarat di Pelabuhan
Tanjung Priok. Tentara Sekutu membantu NICA yang ingin membatalkan kemerdekaan
Indonesia. Rakyat Indonesia tidak ingin lagi menjadi bangsa yang terjajah.
Rakyat Indonesia bangkit melawan tentara Sekutu dan NICA. Rakyat Indonesia
menggunakan senjata rampasan dari Jepang dan senjata tradisional yang ada.
Berkobarlah pertempuran di mana-mana.
Tanggal 25 Oktober 1945, tentara Sekutu
mendarat di Tanjung Perak, Surabaya. Tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir
Jendral Mallaby. Kedatangan tentara tersebut diikuti oleh NICA. Mula-mula
tentara NICA melancarkan hasutan sehingga menimbulkan kekacauan di Surabaya.
Hal tersebut menimbulkan bentrokan antara rakyat Surabaya dengan tentara
Sekutu.
Tanggal 28 Oktober hingga 31 Oktober 1945
terjadi pertempuran yang hebat. Ketika terdesak, tentara Sekutu mengusulkan
perdamaian. Tentara Sekutu mendatangkan pemimpin-pemimpin Indonesia untuk
mengadakan gencatan senjata di Surabaya. Tentara Sekutu tidak menghormati
gencatan senjata. Dalam insiden antara rakyat Surabaya dan tentara Sekutu,
Brigjen Mallaby terbunuh. Letnan Jendral Christison Panglima Sekutu di
Indonesia, meminta kepada pemerintah Indonesia menyerahkan orang-orang yang
dicurigai membunuh Jendral Mallaby. Permintaan tersebut diikuti ultimatum dari
Mayor Jendral Mansergh. Isi ultimatum tersebut,
Sekutu memerintahkan rakyat Surabaya
menyerahkan senjatanya. Penyerahan paling lambat tanggal 9 November 1945 pukul
18.00 WIB. Apabila ultimatum tersebut tidak dilaksanakan, Kota Surabaya akan
diserang dari darat, laut, dan udara. Gubernur Suryo, diberi wewenang oleh
pemerintah pusat untuk menentukan kebijaksanaannya. Beliau bermusyawarah dengan
pimpinan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan para pemimpin perjuangan rakyat di
Surabaya. Hasil musyawarah tersebut adalah rakyat Surabaya menolak ultimatum
dan siap melawan ancaman Sekutu
Tanggal 10 November 1945 pukul 06.00,
tentara Sekutu menggempur Surabaya dari darat, laut maupun udara. Di bawah
pimpinan Gubernur Suryo dan Sutomo (Bung Tomo) rakyat Surabaya tidak mau
menyerahkan sejengkal tanah pun kepada tentara Sekutu. Dengan pekik Allahu
Akbar, Bung Tomo membakar semangat rakyat. Dalam pertempuran yang berlangsung
sampai awal Desember itu gugur beribu-ribu pejuang Indonesia. Pemerintah
menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan. Hari Pahlawan untuk
memperingati jasa para pahlawan. Perlawanan rakyat Surabaya mencerminkan tekad
perjuangan seluruh rakyat Indonesia.
Pertempuran ini terjadi pada tanggal 15
Oktober 1945. Kurang lebih 2000 pasukan Jepang berhadapan dengan TKR dan para
pemuda. Peristiwa ini memakan banyak korban dari kedua belah pihak. Dr. Karyadi
menjadi salah satu korban sehingga namanya diabadikan menjadi nama salah satu
Rumah sakit di kota Semarang sampai sekarang. Untuk memperingati peristiwa
tersebut maka pemerintah membangun sebuah tugu yang diberi nama Tugu Muda.
Pertempuran ini diawali dengan kedatangan
tentara Inggris di bawah pimpinan Brigjen Bethel di Semarang pada tanggal 20
Oktober 1945 untuk membebaskan tentara Sekutu. Setelah itu menuju Magelang,
karena Sekutu diboncengi oleh NICA dan membebaskan para tawanan Belanda secara
sepihak maka terjadilah perlawanan dari TKR dan para pemuda. Pasukan Inggris
akhirnya terdesak mundur ke Ambarawa. Dalam peristiwa tersebut Letkol Isdiman
gugur sebagai kusuma bangsa. Kemudian Kolonel Sudirman terjun langsung dalam
pertempuran tersebut dan pada tanggal 15 Desember 1945 tentara Indonesia
berhasil memukul mundur Sekutu sampai Semarang. Karena jasanya maka pada
tanggal 18 Desember 1945 Kolonel Sudirman diangkat menjadi Panglima Besar TKR
dan berpangkat Jendral. Sampai sekarang setiap tanggal 15 Desember diperingati
sebagai hari Infantri.
Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan Sekutu
yang diboncengi Belanda dan NICA di bawah pimpinan Brigjen T.E.D. Kelly
mendarat di Medan. Pada tanggal 13 Oktober 1945 para pemuda yang tergabung
dalam TKR terlibat bentrok dengan pasukan Belanda, sehingga hal ini menjalar ke
seluruh kota Medan. Hal ini menjadi awal perjuangan bersenjata yang dikenal dengan
Pertempuran Medan Area.
Kota Bandung dimasuki pasukan Inggris pada
bulan Oktober 1945. Sekutu meminta hasil lucutan tentara Jepang oleh TKR
diserahkan kepada Sekutu. Pada tanggal 21 November 1945 Sekutu mengultimatum
agar kota Bandung dikosongkan. Hal ini tidak diindahkan oleh TRI dan rakyat.
Perintah ultimatum tersebut diulang tanggal 23 Maret 1946. Pemerintah RI di
Jakarta memerintahkan supaya TRI mengosongkan Bandung, tetapi pimpinan TRI di
Yogyakarta mengintruksikan supaya Bandung tidak dikosongkan. Akhirnya dengan
berat hati TRI mengosongkan kota Bandung. Sebelum keluar Bandung pada tanggal
23 Maret 1946 para pejuang RI menyerang markas Sekutu dan membumihanguskan
Bandung bagian selatan. Untuk mengenang peristiwa tersebut Ismail Marzuki
mengabadikannya dalam sebuah lagu yaitu Hallo-Hallo Bandung.
Agresi militer Belanda yaitu serangan yang
dilakukan oleh Belanda kepada Negara Republik Indonesia. Kurang lebih satu
bulan setelah kemerdekaan Indonesia, tentara sekutu datang ke Indonesia. Dalam
pendaratannya di Indonesia, tentara sekutu diboncengi NICA. Selain bermaksud
melucuti tentara Jepang, tentara sekutu membantu NICA mengembalikan Indonesia
sebagai jajahannya. dengan bantuan sekutu, NICA ingin membatalkan kemerdekaan
rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia tidak mau dijajah lagi. Rakyat Indonesia
tidak mempunyai pilihan lain untuk mempertahankan kemerdekaannya, kecuali
dengan bertempur sampai titik darah penghabisan. Di sebagian besar wilayah
Indonesia, tentara Sekutu dan NICA harus menghadapi perlawanan pejuang-pejuang
Indonesia. Perjuangan rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya,
menyadarkan tentara Sekutu bahwa bangsa Indonesia tidak dapat dikalahkan hanya
dengan kekuatan senjata. Sekutu menempuh cara lain, yaitu mempertemukan
Indonesia dan Belanda di meja perundingan. Perundingan dilaksanakan tanggal 10
November 1946 di Desa Linggarjati sebelah selatan Cirebon, Jawa Barat.
Perundingan tersebut dinamakan Perundingan Linggarjati. Hasil perundingan
dinamakan Persetujuan Linggarjati.
Perundingan ini menghasilkan pengakuan
Belanda atas kedaulatan Republik Indonesia. Kedaulatan tersebut meliputi
wilayah Jawa, Madura, dan Sumatra. Belanda ternyata melanggar isi Persetujuan
Linggarjati. Tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan serangan militer ke daerah-daerah
yang termasuk wilayah RI. Serangan tersebut terkenal dengan nama Agresi Militer
Belanda I. Agresi Militer Belanda I bertujuan menguasai daerah-daerah
perkebunan dan pertambangan. Daerah-daerah tersebut antara lain Sumatra Timur,
Sumatra selatan, Priangan, Malang dan Besuki.
Menghadapi serangan Belanda itu, rakyat
berjuang mempertahankan tanah airnya. Rakyat melakukan taktik perang gerilya.
Perang gerilya yaitu taktik perang menyerang musuh yang dilakukan dengan cara
sembunyi-sembunyi. PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) berusaha menengahi
pertikaian Indonesia dengan Belanda. PBB membentuk komisi perdamaian. Komisi
itu beranggotakan tiga negara, yaitu Australia, Belgia, dan Amerika serikat.
Komisi itu disebut Komisi Tiga Negara (KTN). Berkat usaha Komisi Tiga Negara,
Indonesia dan Belanda kembali ke meja perundingan. Perundingan dilaksanakan
mulai tanggal 8 Desember 1947 di atas kapal perang Amerika Serikat. Kapal
tersebut bernama USS Renville. Hasil perundingan tersebut dinamakan Perjanjian
Renville. Dalam perundingan ini, delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana
Menteri Amir Syarifudin dan delegasi belanda dipimpin oleh Raden Abdul Kadir
Widjojoatmodjo.
Perjanjian Renville sangat merugikan pihak
Indonesia. Salah satu isi Perjanjian Renville adalah Republik Indonesia harus
mengakui wilayah yang telah direbut Belanda dalam Agresi Militer Belanda I.
Agresi Militer Belanda adalah serangan yang dilancarkan oleh pasukan Belanda
kepada Indonesia untuk menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
pada tanggal 21 Juli 1947 dan 19 Desember 1948. Tanggal 19 Desember 1948
Belanda melancarkan Agresi Militer II. Agresi Militer Belanda II bertujuan
menghapuskan pemerintahan RI dengan menduduki kota-kota penting di Pulau Jawa.
Dalam Agresi Militer II, pasukan Belanda menyerang Ibu Kota Republik Indonesia,
Yogyakarta dan menahan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan
beberapa pejabat tinggi negara. Rakyat Indonesia pantang menyerah. Dengan
semboyan sekali merdeka tetap merdeka, rakyat berjuang sampai titik darah
penghabisan. Rakyat tetap melakukan perang gerilya. Aksi militer Belanda
tersebut menimbulkan protes keras dari kalangan anggota PBB. Oleh karena itu,
Dewan keamanan PBB mengadakan sidang pada tanggal 24 Januari 1949, dan
memerintahkan Belanda agar menghentikan agresinya. Belanda di bawah Dewan
Keamanan PBB meninggalkan Yogyakarta serta membebaskan presiden, wakil presiden
dan pejabat tinggi negara yang ditawan.
Untuk menengahi pertikaian antara
Indonesia dan Belanda, PBB membentuk komisi baru yang diberi nama UNCI (United
Nation Commision for Indonesia). Berkat peranan UNCI Indonesia dan Belanda
mengadakan perundingan. Delegasi Indonesia diketuai Mr. Moh Roem. Delegasi
Belanda diketuai Dr. Van Royen. Perundingan tersebut dinamakan Perundingan
Roem-Royen. Salah satu keputusan perundingan Roem-Royen adalah akan
diselenggarakannya Koferensi Meja Bundar (KMB).
Untuk menghadapi KMB diadakan Konferensi
Inter Indonesia. Konferensi tersebut dimaksudkan untuk mempertemukan pandangan
wakil Republik Indonesia dengan wakil BFO. BFO merupakan organisasi yang
terdiri atas pemimpin negara-negara bagian atau negara-negara kecil yang ada di
Indonesia. Negara-negara bagian tersebut timbul karena adanya politik devide et
impera. Politik devide et impera adalah politik memecah belah. Bagian-bagian
wilayah Indonesia yang diduduki Belanda dipecah-pecah sehingga timbul
negara-negara kecil (negara boneka). Sesudah berhasil menyelesaikan masalah
dalam negeri melalui Konferensi Inter Indonesia, bangsa Indonesia siap
menghadapi KMB. Pada tanggal 23 Agustus 1949 dibuka di Den Haag, Belanda.
Delegasi RI dipimpin Drs. Moh. Hatta. Delegasi BFO dipimpin Sultan Hamid II
dari Pontianak. Delegasi Belanda dipimpin Mr. J.H. Van Marseveen. Sedangkan PBB
diwakili Chritclev. Pada tanggal 2 November 1949 dilakukan upacara
penandatanganan naskah penyerahan kedaulatan. Upacara tersebut dilakukan pada
waktu yang bersamaan di Indonesia dan di Belanda. Dengan peristiwa tersebut
secara resmi Belanda mengakui kedaulatan bangsa Indonesia di seluruh wilayah
bekas jajahannya. Di Den Haag naskah penyerahan ditandatangani Drs. Moh. Hatta
mewakili Indonesia dan Ratu Juliana mewakili Belanda.
Mempertahankan kemerdekaan Indonesia
dilakukan dengan dua cara. Cara tersebut meliputi perang dan diplomasi. Ada
beberapa tokoh yang berperan dalam kedua cara tersebut, antara lain sebagai
berikut.
Tanggal 17 Agustus 1945, Ir. Soekarno atas
nama bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Tanggal 18
Agustus 1945 Ir. Soekarno diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia. Sebagai
pemimpin tertinggi, Presiden Soekarno banyak melakukan diplomasi dengan
pemimpin-pemimpin tentara Sekutu di Indonesia
Kedatangan tentara Sekutu di Indonesia
yang diboncengi NICA membuat Presiden Soekarno berada pada posisi yang sulit.
Sekutu yang hanya memperoleh informasi sepihak dari Belanda, mendukung
pengembalian Indonesia sebagai jajahan Belanda. Berkat diplomasi Presiden
Soekarno dan Bung Hatta, Sekutu yang dipimpin Letjen Christison mau mengakui
keberadaan RI. Tanggal 1 Oktober 1945, Letjen Christison menyatakan bahwa
kedatangannya tidak akan merebut pemerintahan Republik Indonesia. Kemampuan
diplomasi Presiden Soekarno diuji kembali ketika pecah pertempuran di Surabaya
tanggal 28 Oktober 1945. Tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigjen Mallaby
mengakibatkan jatuhnya korban di kedua belah pihak. Untuk menghindari
terjadinya korban di kedua belah pihak, Bung Karno mengadakan diplomasi. Berkat
diplomasi Bung Karno jatuhnya korban di kedua belah pihak dapat dihindari.
Selama Perang Kemerdekaan sampai pengakuan kedaulatan, perjuangan Bung Karno
terus berlanjut. Bung Karno tetap memakai cara diplomasi dalam perjuangannya.
Hal ini tercermin dari pidato Bung Karno pada suatu rapat umum di Magelang pada
tanggal 16 Maret 1946. Beliau menyatakan bahwa ada jalan perjuangan bagi bangsa
Indonesia, satu di antaranya jalan diplomasi.
Drs. Mohammad Hatta (Bung Hatta) sejak
muda telah menjadi tokoh penggerak mahasiswa Indonesia. Bung Hatta adalah
seorang tokoh organisasi Pemuda Indonesia (PI). Pemuda Indonesia merupakan
organisasi mahasiswa dan pelajar Indonesia di luar negeri (Belanda). Pemuda
Indonesia mempunyai pengaruh yang besar bagi pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Tanggal 17 Agustus 1945 Drs. Mohammad Hatta bersama Ir. Soekarno
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia atas nama bangsa Indonesia. Tanggal 18
Agustus 1945 Drs. Mohammad Hatta dipilih menjadi wakil Presiden Indonesia yang
pertama. Dalam usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia perjuangan Bung Hatta
dilakukan melalui cara diplomasi. Beliau mengadakan diplomasi dengan pihak
penjajah maupun negara-negara lain di dunia. Beliau berusaha agar kedaulatan
Indonesia diakui dunia. Tanggal 13 Januari 1948 diadakan perundingan di
Kaliurang. Perundingan tersebut membicarakan daerah kekuasaan Republik
Indonesia. Perundingan tersebut dilakukan oleh Komisi Tiga Negara (Amerika,
Australia, dan Belgia) dengan Indonesia. Mohammad Hatta, Ir. Soekarno, Sultan
Syahrir, dan Jendral sudirman merupakan wakil dari Indonesia. Tanggal 23
Agustus Drs. Mohammad Hatta memimpin delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja
Bundar (KMB) di Den Haag. Konferensi Meja Bundar merupakan perundingan antara
Indonesia, delegasi BFO, UNCI (dari PBB) dan Belanda. Tujuan utama Konferensi
Meja Bundar adalah untuk menyelesaikan pertikaian Indonesia-Belanda yang
mengarah pada pengakuan kedaulatan Indonesia. Tanggal 2 November 1949 tercapai
persetujuan KMB. Hasil KMB adalah Belanda akan menyerahkan kedaulatan Republik
Indonesia Serikat pada akhir bulan Desember 1949. Tanggal 27 Desember 1949 di
Den Haag dilakukan upacara penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Republik
Indonesia Serikat diwakili Drs. Mohammad Hatta, sedangkan Belanda diwakili Ratu
Yuliana.
melawan Belanda. Pada awal Januari 1946
pemerintah mengambil keputusan untuk memindahkan kedudukan pemerintahan pusat
RI ke Yogyakarta. Sultan Hamengkubuwono IX menyambut hangat kepindahan
tersebut. Beliau melindungi pejabat-pejabat negara dan keluarganya dari ancaman
tentara Belanda. Beliau rela berkorban demi perjuangan. Belanda ingin beliau mengubah
sikapnya terhadap Republik Indonesia. Belanda mengirim utusan untuk membujuk
beliau agar mau bekerja sama dan memihaknya. Belanda menjanjikan hadiah wilayah
Jawa dan Madura. Beliau tetap tegar pada pendiriannya. Beliau setia kepada
Republik Indonesia. Keinginan Beliau hanya satu yaitu Belanda segera pergi dari
Republik Indonesia. Pada awal kehidupan Republik Indonesia, Sultan
Hamengkubuwono IX berhasil meminta kesanggupan Letkol Soeharto untuk
mempersiapkan serangan umum. Tanggal 1 Maret 1949 serangan umum dilaksanakan
dan TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta dalam waktu enam jam. Keberhasilan
serangan tersebut menunjukkan bahwa Republik Indonesia belum habis riwayatnya.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX berperan dalam usaha pengakuan kedaulatan RI. Pada
tanggal 27 Desember 1949 Sri Sultan Hamengkubuwono IX menandatangani naskah
pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda di Jakarta. Di Jakarta naskah
penyerahan kedaulatan ditandatangani oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX mewakili
Indonesia dan Wakil Tinggi Mahkota A.H.J. Lovink mewakili Belanda.
Penandatanganan naskah penyerahan kedaulatan mengakhiri periode perjuangan
bersenjata rakyat Indonesia.
Jendral Soedirman adalah pejuang yang
gigih. Dalam keadaan sakit beliau tetap memimpin perlawanan terhadap Belanda.
Pada tanggal 12 Desember 1945 Kolonel Soedirman memimpin pertempuran melawan
Sekutu di Ambarawa. TKR berhasil memukul mundur tentara Sekutu. Dalam
menghadapi Sekutu, Kolonel Soedirman menggunakan taktik Perang Gerilya. Kolonel
Soedirman merupakan tokoh yang mempelopori Perang Gerilya di Indonesia.
Keberhasilan Kolonel Soedirman memimpin pertempuran di Ambarawa, membuat beliau
dipilih menjadi Panglima Besar TKR dengan pangkat Jendral. Pada masa itu di
Indonesia timbul bermacam-macam badan kelaskaran. Badan-badan kelaskaran itu
mempunyai tujuan yang sama yaitu melawan dan mengusir penjajah. Oleh karena
itu, pada tanggal 3 Juni 1947 semua badan kelaskaran dimasukkan dalam satu
wadah yaitu Tentara Nasional Indonesia (TNI). Tentara Nasional Indonesia
dipimpin oleh Panglima Besar Jendral Soedirman. Pada saat tentara Belanda
menduduki Yogyakarta beliau mengambil keputusan melanjutkan perang gerilya.
Keputusan tersebut disambut baik oleh segenap anggota TNI. Tindakan Panglima
Besar Jendral Soedirman berhasil meningkatkan semangat perjuangan Republik
Indonesia. Sumber: Atlas Indonesia dan sekitarnya Gambar 8.11 Soedirman 124
Ilmu Pengetahuan Sosial SD Kelas 5 Dalam keadaan fisik yang lemah beliau
memilih bergerilya daripada ditawan Belanda. Selama bergerilya beliau ditandu.
Beliau menempuh jalan beratus-ratus kilometer keluar masuk hutan di wilayah
Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar